Terletak di daerah dengan iklim dingin, Kabupaten Enrekang,
Sulawesi Selatan, menjadi salah satu penghasil kopi berkualitas bagus yang
mendapat pengakuan dari beberapa negara di dunia. Bahkan, tahun 2008,
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PKKI) menempatkan kopi hasil Bumi
Massenrempulu tersebut di rating pertama terbaik di Indonesia.
Enrekang terletak di ketinggian hingga 2.000 meter di atas
permukaan laut (mdpl), yang sebagian besar wilayahnya berada dalam tekstur
pegunungan dan berbukit.
Berdasarkan prestasi itu, Badan Pengelola Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (BP Kapet) Kota Parepare, Sulawesi Selatan,
wilayah Ajatappareng kemudian menjalin kerja sama dengan investor dari negeri
jiran, Malaysia, yang mulai melirik dan tertarik dengan biji kopi petani
Enrekang
.
Kedatangan investor Malaysia sebagai tindak lanjut atas
rencana MoU ekspor kopi Enrekang langsung ke Kuala Lumpur.
“Sejauh ini, kopi Enrekang paling banyak dibeli
pengusaha-pengusaha dari Aceh. Pengusaha asal Acehlah kemudian memasarkan kopi
Enrekang ke luar negeri, di antaranya Kuala Lumpur. Kopi Enrekang kemudian
dikenal di Malaysia,” kata Direktur Umum BP Kapet Kota Parepare Bonggo Sodding
kepada Kompas.com, Kamis (5/5/2011).
Sejumlah investor Malaysia yang tergabung dalam Lembaga
Pemasaran dan Pertanian Persekutuan (Fama) dalam pertemuan Kamis siang
menyerahkan 30 persen panjar sebagai tanda jadi kerja sama, sebelum pengiriman
awal kopi ke Malaysia dilakukan dalam waktu dekat ini.
“Kita harapkan kerja sama ini bisa lebih membantu petani
kopi Enrekang meningkatkan perekonomiannya. Petani pun diharapkan tetap menjaga
kualitas terbaik kopi yang dihasilkan agar nilainya bisa disesuaikan dengan
patokan harga internasional,” papar Bonggo Sodding.
Di Kabupaten Enrekang, penghasil kopi terpusat di beberapa
wilayah, antara lain Desa Bone-Bone di Kecamatan Baraka, Desa Buntu Sarong di
Kecamatan Masalle, dan Desa Buntu Mondong di Kecamatan Buntu Batu.
Selain Malaysia, cita rasa kopi Enrekang juga menarik
perhatian tiga investor asal Australia, China, dan Jerman. Tiga negara itu
belum lama ini juga menyatakan keseriusannya menggarap potensi kopi arabika di
Kabupaten Enrekang, yang rata-rata per tahun di tiap desa bisa menghasilkan 300
ton.
Amri, petani kopi di Desa Bone-bone, mengaku bahwa semakin
banyak investor yang tertarik dengan komoditas kopi Enrekang, hal itu semakin
menambah semangat petani setempat untuk lebih mengembangkan tanaman kopi. Lagi
pula, kopi memang tumbuh subur, utamanya di dataran tinggi di Enrekang.
Selain pemasaran yang lebih mudah, harga jual kopi Enrekang
pun terus merambat naik. Saat ini, harga kopi jenis arabika mencapai 180 dollar
AS (setara Rp 160.000) per kilogram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar